BAHASA SUNDA JANGAN SAMPAI PUNAH

Ada dua hal yang saya tangkap dari pernyataan sang penyair. Pertama, pernyataan tersebut merupakan ungkapan kegelisahan dan kekhawatiran sang penyair tentang nasib bahasa Sunda yang semakin hari semakin jarang dipergunakan, bahkan oleh etnik sunda sendiri. Kedua, sang penyair ingin mengingatkan generasi Sunda sesudahnya untuk terus ngamumule dn mengembangkan bahasa dan kesenian trsdisional Sunda agar proses pemusnahan yang dikhawatirkan sang penyair tidak benar-benar terjadi.

Salah satu cara agar bahasa dan budaya sunda tidak mengalami proses pemusnahan adalah memperkuat pemahaman generasi muda Sunda dengan cara mengintensifkan pengajaran bahasa Sunda kepada mereka. Dalam konteks ini, yang paling penting tentu saja adalah peran orang tua. Orang tua atau generasi tua Sunda dituntut untuk secara konsisten terus memperkenalkan bahasa dan budaya Sunda kepada generasi sesudah mereka.



Hal konkret yang bisa ditempuh, misalnya selalu menggunakan bahasa Sunda kepada anak-anaknya dirumah. Cara ini berguna untuk menjaga agar tidak terjadi adanya gap antargenerasi dalam rangka mewariskan bahasa daerah. Selain orang tua, sekolah pun bisa berperan karena dianggap sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab secara formal terhadap proses pewarisan budaya sunda, khususnya sekolah-sekolah yang ada di Jawa Barat. Namun, sejumlah pengamat menilai  bahwa tanggung jawab tersebut belum dilaksanakan dengan baik oleh sekolah. Padahal, hampir semua sekolah di Jawa Barat di berbagai tingkatan mengajarkan pelajaran bahasa Sunda.

Ada beberapa hal yang paut diduga menjadi pemicu kondisi diatas. Pertama, minimnya tenaga pengajar tenaga bahasa Sunda. Kebutuhan sekolah terhadap tenaga pengajar bahasa Sunda tidak dapat terpenuhi. Hal itu terjadi karena kebutuhan tenaga pengajar bahasa Sunda lebih besar dari sumber daya manusia yang ada. Ketidakseimbangan jumlah sekolah dan guru yang tersedia merupakan kendala nyata yang menyebabkan tidak terselenggaranya pengajaran bahasa Sunda di sekolah. Anehnya, alumni jurusan Sunda dari Perguruan Tinggi yang mendidik calon tenaga pengajar justru tidak dimanfaatkan untuk memenuhi sebagian kecil dari kendala tidak tersedianya tenaga pengajar itu. Upayabdarurat memang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Jabar melalui pelatihan tenaga kependidikan bahasa Sunda yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Bahasa Daerah. Kedua, kurikulum bahasa Sunda yang sarat dengan materi ketatabahasaan yang rigid  (baku) dan membosankan. Siswa dipaksa untuk tahu bagaimana cara menggunakan huruf kafital, tanda koma, tanda titik, dan kaidah kebahasaan lainnya daripada diajak untuk mengembangkan imajinasi, semisal membuat cerita, mendongeng didepan banyak orang, meresensi buku bahasa Sunda dan sebagainya, termasuk juga faktor-faktor pemicu lainnya.

Paparan di atas mudah-mudahan dapat menjadi semacam referensi bahwa bahasa dan budaya Sunda tidak berkembang dengan sendirinya. Perlu usaha maksimal yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar bahasa Sunda tidak hanya sekedar bisa bertahan, tetapi juga berkembang sehingga mampu bersaing dengan bahasa dan peradaban lainnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui optimalisasi pengajaran bahasa dan budaya Sunda di sekolah.



4 Responses to "BAHASA SUNDA JANGAN SAMPAI PUNAH"