MUKADIMAH
Surat Al Fatihah turun di Makkah dan turun pertama dalam tertib mushaf. Surat ini mencakup padat kandungan Al Qur'an yang rinciannya pada surat-surat berikutnya. Keistimewaan surat ini ditandai dengan wajib dibaca setiap rakaat salat ang harus dihayati agar makin tertanam kuat rasa kaharusan mengabdi kepada Allah yang Maha Esa dan juga tertanam rasa ketergantungan kepada Allah. Ditegaskan bahwa nikmat Allah hanya untuk orang yang menempuh jalan Al Qur'an, yang menyimpang akan terkutuk dan sesat, maka harus dihindari. Al Fatihah juga doa yang lengkap, karena lengkapnya, surat Al Fatihah disebut
Ummul Kitab (Induk Kitab). Bila kerap dibaca dengan seksama keindahan surat ini makin terasa; demikian juga sentuhan artinya makin kuat namun lembut, tajam dan menggugah.n
Ummul Kitab (Induk Kitab). Bila kerap dibaca dengan seksama keindahan surat ini makin terasa; demikian juga sentuhan artinya makin kuat namun lembut, tajam dan menggugah.n
Teks Ayat 1-7
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Penguasa tunggal pada hari pembalasan.
5. Hanya kepada-Mu kami penyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.
6. Tunjukkan kami jalan yang benar.
7. (yaitu) jalan mereka yang Engkau beri nkmat, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Artinya:
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dapat diartikan, "bahwa semua yang terjadi dialam ini serta perputaran yang global ini karena kehendak Allah Yang Maha Pengasih dan Pemurah, dari terciptanya sampai perkembangan dankepunahannya kelak berada dibawah kekuasaanNya, tiada yang menandingi. mencampuri atau membantu tiidak ada pula diantara makhlukNya yang lepas dariNya. Demikian pula alam ghaib berada pada kekuasaan dan pengendalianNya. Semua itu karena kasih sayangNya yang sangat agung dan menyeluruh."
Luasnya jangkauan arti "bismillahirrahmannirrahim" menyangkut segala makhluk Allah dialam ini, yang sangat kecil dan yang sangat besar yang nampak dan tidak yang mati dan yang hidup, semua tercipta dan terpenuhi kebutuhannya serta berkembang menurut ketentuan dan atas izin Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang, tumbuh dan tumbangnya tetumbuhan, lahir dan matinya semua yang hidup, kering basahnya daratan, ada dan punahnya sesuatu adalah kehendak Allah yang bersumber pada kasih sayangNya yang agung. Demikian juga senang dan susahnya seseorang, gagal dan berhasilnya, sakit dan sehatnya tidak lepas dari kehendakNya yang melimpah dari kasih sayangNya.
"Basmallah" yang singkat ini mengenalkan Tuhan yang menjadi sebab dan pusat seluruh kejadian di alam semesta serta peredarannya, dan bagi seorang mukmin harus menjadi arah hidupnya. Setiap saat dan langkahnya, juga setiap rencana dan niat harus ia sandarkan kepadaNya, kepada izin dan taufiqNya dan tidak boleh ada perasaan bisa menentukkan keberhasilannya tanpa bersandar dan berharap perkenan Allah (QS.18;2). Allah yang segalannya tergantung kepadaNya mempunyai sifat utama ialah Maha Pengasih dan Penyayang, terbuka ampunanNya bagi hamba yang kembali kepadaNya betapapun besar dosanya. Dia yang memberi kesempatan meraih karuniaNya di dunia kepada hambaNya yang mengingkariNya, Dia juga yang melipatgandakan balasan hamba yang beriman dan beramal shaleh, Dia yang melarang suatu perbuatan agar hambaNya selamat dan sejahtera. Dia yang sangat dekat dengan hambaNya dan selalu ada disampingNya, Dia yang dengan Kasih sayangNya mengawasi, melindungi, dan menilai hambaNya tanpa ada yang lolos dan terlewat:
- Membaca dan menghayati "basmallah" mendorong seseorang merasa makin kuat ketergantungannya kepada Allah dan segala aspek hidupnya sehingga setiap saat dan dalam segala kegiatannya berusaha mendekat kepadaNya, Ia yakin segala yang ada pada dirinya (harta, ilmu, kesehatan, dll) sebagai saran mencapai kedekatan kepada Allah yang berarti dekat dengan rahmat dan perlindunganNya.
- Membaca dan menghayati "basmallah" hati menjadi tentram karena merasa dalam perlindungan Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, dia terpacu menggunakan rahmatNya sebaik mungkin dan tidak menyia-nyiakan sebagai wujud syukur atas nikmatNya yang melimpah walau belum sebanding.
- Membaca dan menghayati "basmallah" menanam kesadaran tentang amanah Allah pada dirinya, amanah yang tidak bisa lepas dari seorang yang sehat akal dan dewasa, kesadaran ini menumbuhkan tanggung jawab atas segala tindakannya, memicu kerja keras mengisi hidupnya dengan amal berguna.
- Membaca dan menghayati "basmallah" mendorong berkemauan tinggi mewujudkan niatnya menjadi hamba Allah yang sholeh. Allah sangat mengetahui niat dan semangat kerja sesorang, Dia juga tidak menyia-nyiakan usahanya yang sungguh-sungguh. Dengan keyakinan ini ia hidup dalam tawakal yang tinggi, tawakal yang didukung iman yang kuat kepada Allah Yang rMaha Sempurna bukan tawakal karena merasa lemah tak berdaya. Bila dengan kerja keras dan tawakal belum juga berhasil ia akan bangkit lagi dengan menyadari kekurangannya, karena Allah yang menentukan bersifat Rahman Rahim.
- Membaca dan menghayati "basmallah" membuat orang tidak mudah goyah dalam menghadapi segala yang dirasa berat dan pahit, dihatinya tertanam kuat tawakalnya kepada Allah Yang Maha Penyayang dan Pengasih, Yang Maha Pelindung yang tidak menghendaki kecuali kebahagiaan hambaNya, ia tentram karena berada pada bimbingan dan lindunganNya. Imannya makin kuat dan mantap, ia semakin dekat dengan Allah juga dengan rahmat dan pengawanNya.
- Membaca dan menghayati "basmallah" membuat orang berani berbuat dan dihantui "salah". Segala tindakan memang perlu dipikir dan dikaji dengan baik namun bila kesalahan terjadi harus dicari kelemahannya sebagai pengalaman agar kesalahan tidak terjadi lagi. "Seorang mukmin tidak pantas jatuh dua kali dalam satu lobang" demikian petunjuk Rasul saw (al hadist).
- Membaca dan menghayati "basmallah" menanamkan perasaan kuat bahwa seluruh hidupnya adalah rahmat Allah yang bila dimanfaatkan sejalan dengan petunjukNya akan menyelamatkan dan membahagiakan dirinya. Keyakinan ini akan mendorong untuk menggunakan segala yang ada, termasuk waktu, ketegaran dan kesempatan dengan hemat dan mengarah serta jauh dan pemborosan dan penyalahgunaan.
- Membaca dan menghayati "basmallah" dipagi hari atau disetiap memulai pekerjaan bisa menjadi dasar yang memimpin perbuatan dihari itu, disisi lain Allah menilai amalnya sebagai pengabdian kepadaNya, sebagai usaha mendekatiNya, dan untuk itu ia harus menjaga perbuatannya dari segala laranganNya.
- Membaca dan menghayati "basmallah" menimbulkan percaya diri dan berhasrat mandiri, memandang dunia sebagai tantangan yang sebanding dengan kemampuan dirinya. Hidup selain rahmat Allah juga amanahNya kepada setiap orang, menghadapi kehidupan dan menggunakan potensi karunia Allah adalah ibadah yang menjadi ciri utama manusia. (QS.51:56).
- Membaca dan menghayati "basmallah" akan mengingatkan bahwa rahmat Allah yang terbesar adalah iman, yang harus dilestarikan dan dijaga kemurniannya serta ditingkatkan agar berperan kuat pada kehidupannya.
- "Basmallah" juga dianjurkan untuk dibaca pada penyembelihan hewan, selain untuk mengingatkan nikmat Allah memakan dagingnya, juga mengingatkan bahwa menghilangkan nyawa hewan adalah hak Allah yang diberikan kepada manusia untuk kepentingannya, membunuh semena-mena tanpa sebab sangat dilarang.
"Segala puji hanya untuk Allah, Pencipta, Pengatur alam semesta...."
Kalimat ini memberi kesan yang dalam, bahwa keberadaan manusia dengan sosok yang lengkap, hunian yang ramah bagi kehidupan adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dengan menggunakan secara benar dan optimal.
Bila arti ayat diperluas "Manusia sejak lahir tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan itu telah disiapkan oleh Allah baik dengan melekat pada dirinya" seperti tubuh, akal, bakat, kebugaran dan sebagainya dan yang ada dilingkungannya, di tetumbuhan, hewan, laut, didarat, yang menggunakan karuniaNya dengan baik akan sejahtera yang mengabaikan akan rugi. Bukankah karena itu hanya Allah saja yang berhak mendapat pujian?
Sejak manusia ada dikandungan ibunya segala keperluan telah tersedia, bila ia lahir telah pua ada makanan yang paling cocok baginya dan bila sudah besar maka hunian disekitarnya telah menyiapkan bahan untuk keperluan hidupnya disamping itu pada dirinya tersimpan kemampuan dan bakat untuk mengolahnya.
Pada ayat ini terasa kesan "tauhid", Allah yang Esa, Tunggal tiada pembantu dan tiada pesaing, Dia saja yang mencipta, menumbuhkan, memenuhi kebutuhan makhluk dan yang mengembalikan ke asal, seluruhnya adalah ciptaanNya yang sangat tergantung serta tunduk mematuhi ketentuan dan tatananNya. Kepatuhan alam dapat dibuktikan dengan berjalannya alam seisinya tertib selama ini, bila ada Tuhan selain Allah dan mempunyai tatanan sendiri pasti alam telah hancur menjadi perebutan kekuasaan. (QS.11:22)
Puji dan rasa syukur timbul dari rasa berhutang d an tergantung, demikian puji atau syukur kepada Allah Timbul dari rasa ketergantungan hamba Allah kepadanya dalam segala kehidupannya, untuk menumbuhkan rasa tersebut Al Qur'an mengajukan pertanyaan kepada manusia diantaranya:
1. "Manusia banyak yang celaka karena kufur, dari apa ia dicipta? dari nutfah ia dicipta dengan kekuasaanNya". (QS: ' abasa:18)
2. "Mestinya manusia meniti makanannya, dari mana didatangkan. Kami (Allah) yang menurunkan hujan, Kami pula yang membelah tanah agar biji tumbuh dan menghasilkan...." (QS. 'abasa:24-32)
3. "Apakah kamu mengingkari Allah yang mencipta kamu dari tanah, lalu jadi nutfah, dan akhirnya jadi orang tegap sempurna?". (QS. 'al kahfi:37)
Surah ar Rahman sangat rinci dan luas menjelaskan keharusan manusia mengakui kasih sayang Allah Tuhannya. Wahai manusia dan jin, "Adakah nikmat Allah yang dapat kamu berdua dustakan dan diingkari manfaatnya?" (QS. ar Rahman)
Rasa ketergantungan yang mendorong beriman mestinya lebih mudah dicapai oleh para peneliti yang kerjanya menyingkap rahasia ciptaan Allah bila hatinya terbuka, ia tidak akan berhenti pada "mengagumi ciptaan Allah" tetapi berlanjut ke sumber kekagumannya. Peneliti yang berhati sehat dan bersih Al Qur'an menanamkan "ulul albaab".
Rabb berarti yang mencipta menmbuhkan sampai batas tertentu dan mengembalikan kepada aslanya, yaitu Allah (QS. Ghasi'ah:25-26).
Kalimat "Rabbil'alamin" dapat dibentang maksudnya: Seluruh alam dalam segala tingkat dan golongannya, dalam segala tempat dan waktunya dicipta ditata dan digerakkan oleh kekuasaan Allah dalam tatanan yang baku, tiada yang dapat melepas diri dari tatananNya, yang keluar dan menyimpangi berarti keluar dari tatananNya dan ia akan hancur. Seluruh makhluk Allah tidak dapat melepaskan diri dari rahmatNya sebagaimana tidak dapat lepas dari pengawasan dan penilaianNya, dari yang paling besar sampai yang paling kecil mengikuti dalam tatanan Allah yang Maha Agung dan serba mengikat, terukur dan sangat cermat, semuanya karena kekuasaanNya dan kasih sayangNya. (QS. An Nur: 41-45)
Sangat jelas dalam ayat ini eratnya hubungan Allah dengan makhluk ciptaanNya dan sangat jelas pula ketergantungan makhluk kepada TuhanNya. "Kami lebih dekat kepadanya (manusia) dari pada urat nadinya" (QS. Qaf : 16) Pantaskah yang Maha dekat dijauhi?
Nabi Ibrahim adalah hamba Allah yang sangat lembut rasa pengabdian dan ketergantungannya kepada Allah, dalam pengakuannya ia berdo'a, "Ya Allah Engkau yang mencipta aku, menumbuhkan dan menuntun aku seperti yang kini terjadi, Engkau yang memberi aku makan dan minum, bila aku sakit Engkau pula yang menyembuhkan, Engkau yang akan mematikan aku kemudian menghidupkan, hanya kepada Engkau aku mengharap ampunanMu pada hari seluruh manusia tidak punya bekal yang menyelamatkan kecuali yang membawa hati yang bersih..." (Disimpulkan dari Asy Syuara: 78-82)
Ayat ini diusahakan untuk dihayati terutama ketika sholat. Bila sikap ini dikerjakan terus menerus akan tertanam:
- Rasa ketergantungan kepada Allah yang makin kuat.
- Taqwa "merasa dekat dengan Allah dekat dengan rahmatNya dan dekat dengan pengawasan dan penilaianNya" yang makin berperan.
- Keharusan bersyukur atas nikmatNya dengan cara yang benar dan optimal, "bersyukur berarti membuka keberhasilan lebih luas".
- Merasa bahwa "segala yang ada padanya bukan mliknya tetapi amanah titipan Allah yang harus dijaga dan digunakan secara benar".
- Yakin "kelemahan dirinya dan keterbatasan kemampuan, waktu dan usianya".
- Hemat menggunakan titipan Allah, menghindari pemborosan dan penyalahgunaan.
- Tidak sombong apabila berhasil dan tidak putus asa apabila gagal.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah mengingatkan bahwa "hidup manusia melekat dengan senang atau sedih, sakit atau sehat, kaya dan miskin dan itu tatananNya yang baku, siapa yang tidak rela atau ketentuanNya tidak tahan menerima musibah atau tidak mensyukuri nikmatNya DIPERSILAHKAN keluar dari bumi dan langitNya dan mencari Tuhan selainNya".
Kesimpulan terjemahan dapat kita pahami bahwa susah dan senang adalah sunah Allah tatananNya yang baku yang menolak berarti menolak tatananNya dan tidak layak hidup dibumi, yang hidup dibumi dituntut "bersyukur" dengan benar tidak mudah tersanjung karena keberhasilan. Hidup bagi manusia adalah saatnya ia bekerja keras, mengurai dan mengatasi kesulitan bukan tempat bersenang dan memanjakan diri. (QS. Al Balad: 4)
Sabar atau bertahan dalam menghadapi kesulitan bukan hanya dengan memperkuat tekad sambil berdo'a tetapi mengumpulkan pengetahuan serta pengalaman, dan memperkirakan kesulitan yang mungkin harus dihadapi sehingga kesiapan menghadapi lebih baik. Sedang bersyukur bukan cukup dengan diucapkan atau mengundang kawan untuk menyambut keberhasilan, syukur dalam ajaran Islam harus dikembalikan kepada tuntunan Allah ialah menggunakan karunia itu dengan benar dan optimal.
Apakah terima kasih tidaka perlu disampaikan kepada orang yang berhak? Berterima kasih kepada sesama sangat dianjurkan selain sebagai penghargaan atas sikapnya yang terpuji akan memperkuat hubungan dengan catatan bahwa terima kasih kepada sesama tidak mengarah pemujaan, ia hanay perantara sedang pemberiannya adalah Allah swt..
Karena hidup anusia tidak lepas dari senang dan sedih maka agama menganjurkan menyambut yang senang dengan kalimat "alhamdulillah" dan menyambut dengan kalimat "laa haula wala quwwata illa billah" bila kesusahan yang menimpa, dua kalimat ini mampu mendorong orang bersyukur dan memacu berusaha mengatasi kesulitan.
Dia yang Maha Pengasih yang Maha Penyayang.
Arti
luasnya “Dia yang maha Pengasih dari segala yang punya kasih dan Dia yang Maha
Penyayang dari pada segala yang punya saying. Dia yang Maha Pemurah dari yang
pemurah, kasih saying Allah mendahului segala sifat dan keputusanNya, dalam
alam ciptaanNya juga dalam diri manusia. Kasih saying Allah tergambar jelas dan
teasa tajam demkian pula dalam ketentuan dan tatananNya.”
- Kesan “tauhid”
pada ayat ini sangat terasa, tiada yang sepengasih Dia dan tiada yang sepemurah
Dia, segala permohonan dikabulkan dengan syarat:
a.
Meanapaki jalan
yang Dia tunjukkan
b.
Beriman penuh
kepadaNya (QS. Al Baqarah: 186)
- Ayat ini menjelaskan hubungan Allah dengan
hambaNya. Manusia yang sangat tergantung dan rindu kepadaNya dan Allah yang
membuka lebar-lebar kasih sayang dan ampunanNya, maka berbahagialah yang
beriman dan berusaha mendekat untuk menjadi hambanNya terkasih, erat
hubunganNya dan dekat.
Bagi
yang membaca dengan penghayatan ayat ini akan tumbuh:
- Optimisme yang
kuat dalam menghadapi kehidupan, halangan terbesar bagi keberhasilan seseorang
adalah dirinya sendiri.
- Semangat yang
tinggi dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, karena semua
membuahkan kasih sayangNya.
- Ringan
menjalankan agama dan kuat menaklukkan nafsu karena agama adalah rahmat Allah
yang besar.
- Rasa aman dan
bahagia karena berada dalam bimbingan dalam lindungan yang Maha Pengasih dan
Penyayang.
- Terpicu mengais
rahmat Allah yang tergelar dialam huniannya, dan yang tersimpan dalam bakat dan
akalnya.
Selain
rahmat Allah yang dinikmati manusia pada jasad dan huniannya, Allah memberikan
kemurahn yang bernilai, diantaranya:
- Menerima tobat
hamba yang kembali kepadaNya. (QS. An Nashr: 3)
- Mengampuni dosa
hamba yang kembali kepadaNya sebesar apapun dosaNya. (QS. Az Zumar: 53)
- Memeberikan
kenikmatan di dunia bagi yang memperhatikan tatananNya walau ia pengingkar dan
penentang (QS. Al Baqarah: 200)
- Menunda siksa
bagi pendosa dengan harapan kembali ke jalan yang benar. (QS. Al Fatihah: 45)
- Memberi
peringatan yang sangat luas (fisisk, keluarga dan lingkungannya) agar manusia
sadar tugasnya dalam hidup dan kembali kepadaNya.
- Menggelar
bukti-bukti kebenaran berita Al Qur’an, baik pada diri manusia dan
lingkungannya. (QS. Ar Rum: 20-27)
- Memberi balasan
berlipat kepada hamba yang taat kepadaNya. (QS. Taghobun: 17)
- Menerima
tobatnya hamba sebelum ajalnya datang. (QS. Thoha: 82)
Ada
yang memisah dua kalimat diatas, yang pertama: “rahman” kasih sayang Allah yang
terbuka umum dan tanpa diminta yang berlaku dalam kehidupan di dunia sedang “ar
rahim” kasih sayang Allah khusus tercurah kepada yang beriman dan taat
kepadaNya.
"Dia yang menguasai dan memiliki hari pembalasan"
Arti
dalam uraian “Allah yang bersifat serba sempurna yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang dan Maha Adil adalah satu-satunya Penguasa yang menentukan segala
yang terjadi dihari ke (QS. Al Haj: 56-57). Sangat jauh berbeda ketika didunia,
seorang hamba dapat menolak bahkan mecibir ketentuanNya.”
Kesan
“tauhid” sangat kental dalam ayat ini. Ayat ini secara tidak langsung membantah
adanya kekuasaan slain Allah yang mengatur dan menentukan nasib manusia di hari
akhir, manusia menghadap Allah sendirian dan bertanggung jawab kepadaNya
sendiri, tiada perbedaan antara hambaNya dan tiada perbedaan penilaian
terhadapnya. Segala sembahan manusia dalam segala bentuknya adalah makhluk
Allah yang tunduk kepada ketentuanNya.
Ayat
ini memberi pengertian bahwa:
- Di hari
pembalasan perjalanan hidup manusia berakhir, dan saat itu ditentukan tempat
tinggalnya abadi berdasar iman dan amal.
- Tidak ada
penangguhan tanggung jawab, pengurang atau penebusan dosa.
- Sikap atau pahala
yang diterima seorang hamba adalah akibat pilihannya yang harus ditanggung.
- Selama masih
hidup seorang hamba punya kesempatan
kembali kepada Tuhannya.
Membaca
ayat ini dengan penghayatan sempurna akan tumbuh sikap positif diantaranya:
- Makin kuat rasa
ketergantungan kepada kasih sayang Allah.
- Makin kuat usaha
melepaskan diri dari ketergantungan kepada selain Allah.
- Rindunya kepada
ridho Allah lebih besar dari pada keinginan berpahala atau surga.
- Merasa aman
dalam pengadilan Allah yang Maha Adil dan Maha Pengasih.
- Keinginan
memperbaiki amal, karena khawatir amalnya terkikis perbuatan dosa, padahal
pengadilan Allah pasti terjadi.
- Berusaha agar
hidupnya tidak menumpuk dosa yang berat tanggung jawannya.
- Kesiapan
menghadap pengadilan Allah terus ditingkatkan.
- Keinginan
bertindak adil dalam hidupnya, terhadap diri, keluarga dan seksama.
Ayat
ini memberitakan bahwa dihari akhir seluruh kewenangan ada pada Allah, manusia
tergiring mengikuti kehendNya, tidak seperti di dunia tiap orang punya
kewenangan memilih; ada yang beriman dan mentaati ketentuanNya dan banyak yang
menolak dan mengingkari tatananNya. Manusia seluruh dibandingkan lalu
dihadapkan di pengadilanNya serta ditentukan tempat penampungannya yang abadi
bedasar iman dan amalnya. Tiada penundaan, tiada pengurangan siksa dan penebusan dosa.
Hanya kepadaMu kami menyembah dan
hanya kepadaMu kami mohon pertolongan. Arti dalam bentangan “Hanya DihadapanMu
kami menempatkan diri sebagai hamba yang taat dan patuh dan hanya kepadaMu saja
kami mohon pertolongan dalam segala bentuknya”.
Kesan
“tauhid” sangat kuat dalam ayat ini, ialah bahwa tugas hidup seorang mukmin
adalah menghamba kepada Allah saja, rela dengan ketentuanNya serta taat kepada
tatananNya saja, karena itu ia tidak akan minta sesuatu kecuali kepada Yang
Maha Esa. Ayat ini mempunyai dua sasaran:
a. Tuntunan Allah kepada manusia untuk mengabdi dan
memohon kepadaNya sebagai jalan yang menyelamatkan.
b. Ikrar seorang hamba umtuk hanya mengabdi dan memohon
kepada Allah Tuhannya.
Mengabdi
kepada Allah berarti menghambakan segala totalitas dirinya hanya kepadaNya jiwa
raganya, harta dan pengkatnya, waktu dam ilmunya, diri dan keluarganya. Tiada
yang lebih tinggi dari pada Allah, tiada yang lebih dicintai diagungkan
melebihi sikapnya kepada Allah, perintah dan laranganNya didahulukan dari pada
yang lain, tidak mencari tatanan atau pedoman lain diluar petunjukNya, ia rela
atas ketentuannya pada dirinya dan bersyukur atas karuniaNya. Cobaan yang
mungkin terasa pahit disikapi positif tanpa su’udzdzon kepadaNya, bahkan dianggap
sebagai rahmat yang akan membuka keberhasilan yang lebih luas.
Kata
“nasta’in” mendampingi kata “na’budu” punya tujuan penting. Banyak yang
berhasil mempertahankan penyembahannya kepada Allah Yang Maha Esa, tetapi bila
kesukaran, makin menghimpit tidak jarang yang mencari jalan keluar yang
melanggar ikrarnya kepada Allah, maka dua sikap dikumpulkan dalam satu ikrar
yang saling mengisi dan menguatkan. Penyimpangan dalam hal minta pertolongan
sering dianggap remeh padahal penyimpangan itu akan menjalar tanpa sadar ke
sikap yang lain ialah ibadah dan akidah.
Mohon
pertolongan “nasta’in” diletakkan setelah ikrar untuk menyembah Allah yang Esa
memberi pengertian bahwa “pengabdian yang menghasilkan kedekatan hamba kepada
Allah harus lebih dahulu diusahakan dan bukan sebaliknya. Do’a para Rasul dan
Nabi semua terkabul karena mereka sudah lebih dahulu dekat kepada Allah dan
permohonan mereka bertalian erat dengan pengabdiannya. Kedekatan permohonan
lebih menentukan dari pada doa yang diucapkan.
Membaca
ayat ini dengan penghayatan penuh sangat berpengaruh kepada sikap seorang
mukmin, diantaranya:
- Makin kuat rasa
ketergantungannya kepada Allah.
- Makin kuat
imannya kepada Allah, dan keinginannya hidup mandiri.
- Makin kuat
keinginan dekat dengan Allah yang diusahakan lewat amal sholeh.
- Timbul optimism
dalam hidup karena perasaan dekat denganNya, tiada penghalang antara dirinya
dengan Allah.
Al
Qur’an memberi gambaran yang amat jelas tentang mukmin yang terbina oleh
agamanya dengan baik, “mereka itu hidup dalam bingkai ruku’ dan sujud kepada
Allah, baik dalam mencari karuniaNya (rezeki) maupun dalam menggapai ridhoNya
(ibadah) dari sosok dan tindakannya perpantul iman dan ketaatannya yang kuat
kepada Allah. ” (QS. Al Fath: 29)
Tunjukkan kami jalan yang lurus dan
benar.
* Inilah do’a yang
dijanjikan Allah akan dikabulkan. Bila artinya direntang “kami sangat lemah
menemukan yang benar kadang tertipu kebodohan atau kabur karena keinginan.
Engkau yang Maha Tahu, tunjukkan jalan hidup yang benar dan lurus jalan yang
Engkau kehendaki dan Engkau ridhoi”.
Yang
diminta adalah hidayah Allah untuk menempuh jalan hidup yang benar bukan jalan
yang dibumbuhi nafsu, hidayah yang menyelamatkan sampai ia menghadap Tuhannya.
* “Shirath”
berarti jalan atau cara mencapai sesuatu yang mencakup segala langkah hidup
baik ketika berusaha memenuhi kebutuhannya atau dalam mendekat kepada Tuhannya,
“Mustaqim” yang lurus dan benar tidak membelok dan menyimpang, jalan yang
menuntun dalam ibadah mengikuti tatanan Allah, jalan membina diri dan keluarga,
jalan mencari rezeki, membina karier agar tidak ada yang haram terpakai dan
termakan, jalan bergaul dan sebagainnya.
* “Shiratal
Mustaqim” jalan yang benar dan lurus yang haq dari Allah.
Surat
Al Bayyinah: 5 menerangkan secara singkat jalan yang benar:
1. Tidak membuat
sesembahan untuk menandingi ketuhanan Allah.
2. Ikhlas penuh
untukNya.
3. Mendirikan
shalat dengan baik.
4. Membayar zakat
dengan ikhlas.
Katakana
Muhammad : “Inilah jalanku yang benar dan lurus, jangan menempuh jalan yang
membuat anda menyimpang dari jalan Allah” (qs: 6/ 151-153)
* Ciri menonjol
pada manusia adalah lebih condong memilih yang cepat dirasakan nikmatnya dari
pada yang diyakini benarnya walau kadang menipu dan merugikan. Disini
pentingnya ayat ini dihayati dan dibaca terutama dalam sholat agar tidak salah
pilih dalam mengarungi hidup. Keinginan yang menggebu, ambisi yang terlepas
saat mempengaruhi kearifan, pandangan dan pertimbangannya menjadi kabur dan
imannyapun mulai goyah, padahal salah pilih bias membawa akibat yang luas dan
berkepanjangan yang harus ditanggung.
Manusia
sangat lemah dan rawan tertipu keinginannya sendiri, ia memerlukan pertolongan
Allah Yang Maha Kuasa agar tidak menyimpang dari jalan haq yang ingin dikikuhi
(QS. Al Imran : 4).
* Do’a yang
terdapat dalam ayat ini memohon ditunjukkan jalan yang mengarah ke ridho Allah
dan manusia yang harus mengambilnya, ia berarti bahwa do’a harus dibarengi
dengan usaha keras dan sungguh-sungguh, “Allah tidak akan merobah nasib
seseorang kecuali dia sendiri juga merubah dirinya”. (QS. Ar-Ra’du: 13)
* Jalan yang lurus
dan benar yang diminta tiap mukmin adalah petunjuk (hidayah) Allah yang
menjamin keselamatannya didunia dan akherat, baginya tidak ada jalan yang
menyelamatkan kecuali jalan Allah (QS. Al An’am: 71), ia tidak akan mengambil
jalan diluar hidayahNya betapapun menariknya, Allah yang Maha Pengasih sangat
tahu kebutuhannya, Dia sangat tahu yang menguntungkan atau yang merugikan
sehingga petunjukNya tidak akan menyengsarakan hamba, kepadaNya seorang mukmin
bertakwalah penuh karena kekuasaan dan keadilanNya.
* Hidayah Allah
yang diminta mencakup segala kebutuhan hidupnya, hidayah dalam mendekat dan
mengabdi kepada Tuhannya, hidayah dalam mencari karuniaNya, hidayah dalam
membina diri dan keluarganya dan seterusnya.
* Kalimat “ihdinas
shiratal mustaqim” adalah ini Fatihah sebagai do’a yang oleh setiap mukmin yang
sedang menghadap Allah harus dapat menggerakkan hati dan batinnya. Cara
demikian akan membntu mencapai “kekhusu’an shaolat”.
Kemudian
membaca ayat ini dengan penghayatan penuh akan :
- Menumbuhkan dan
menguatkan rasa ketergantungan kepada Allah dan mengakui kelemahan dirinya
menghadapi godaan.
- Merasa kewajiban
mendekat kepada Allah agar hidayahNya dekat kepadanya.
- Menimbang dengan
cermat dan arif segala langkah dan perbutannya.
- Berusaha menangkap
isyarat Allah yang dijumpai dalam perjalanan hidupnya.
- Bergairah
mempelajari kandungan Al Qur’an.
- Semangat
memperluas wawasan agar cerdas dalam memilih jalan terbaik.
- Bersemangat
menangkal segala yang mengganggu kedekatannya dengan Allah.
- Bersemangat
membina keluarga sebagai basis pembinaan pribadi.
- Padat beramal
shaleh, shadaqah dan budi mulya.
Diantara
orang mendapat perunjuk Allah adalah: pertama, yang imannya berperan kuat dalam
memimpin hidupnya (QS. 10 : 9), kedua, tegar menghadapi segala macam kesulitan,
ia yakin bahwa segala yang menimpa dirinya adalah kehendak Allah yang telah
disesuaikan dengan kemampuannya, dan kehendakNyaadalah yang terbaik baginya.
(QS. 2 : 156-157)
Jalan mereka yang Engkau beri kenikmatan.
Bila
artinya direntang “Ya Allah kami mohon petunjukMu mendapat jalan hidup seperti
yang dapat hambaMu yang Engkau beri kenikmatan, baik dalam mendapatkan
karuniaMu di dunia dan dalam mengabdikan diri kepadaMu, dan bukan jaln hidup
mereka yang terkutuk karena mengingkariMu dan bukan jalannya mereka yang
terkutuk karena sesat”.
Didepan
manusia ada dua jenis jalan terbentang yang harus ia pilih, yang satu mendekat
kepada Allah dan berujung pada ridhoNya, kedua jalan yang menjauh dari Allah
dan makin jauh dari rahmat dan nikmatNya. Manusia sebagai “khalifah Allah di
bumi” diberi bwewenang memilih jalan dengan menggunakan potensinya, akal dan
nurani serta pengalaman hidupnya, karena banyak yang silau menatap jalan yang
benar allah dengan kasih sayanNya mengutus para Rasul beserta kitab sucinya
memperingatkan manusia agar tidak salah pilih. Namun terhadap berita wahyu yang
disampaikan para Rasul banyak yang menolak, ada yang terhalang oleh
keangkuhannya, ada yang terpesona oleh kehidupan dunianya, maka seorang mukmin
terutama disaat menghadap Tuhannya (sholat) diharuskan memohon petunjuk Allah
agar tidak salah memilih jalan yang akibatnya sangat jauh.
Allah
yang Maha Pemurah telah memberikan karuniaNya yang harus digali dan
diberdayakan oleh manusia dengan potensinya serta dikelola sesuai petunjukNya.
Bila hal ini dilakukan dengan baik karuniaNya akan semakin besar dan melimpah,
tetapi bila karuniaNya diabaikan, Allah akan mencabut dan manusia yang rugi,
dan bila karuniaNya disalahgunakan Allah akan menimpalkan murkaNya.(QS. 8 : 53
& QS. 14:7)
Nikmat
karunia Allah menyentuh segala kebutuhan manusia, ada yang tanpa dimohon dan
diusahakan dan datang dengan melimpah (udara, sinar matahari, dll) ada yang
harus dimohon dan diusahakan (ilmu, keterampilan, dll). Terhadap yang pertama
manusia sering acuh dan menganggap sebagai haknya yang harus ada, seolah-olah
Allah wajib memberikan sedang manusia tinggal menerima dan menggunakan semau
dirinya, dan cenderung merusak. Terhadap yang kedua manusia dipersilahkan
berlomba menggali dan memanfaatkan bagi kesejahteraan tanpa berlaku boros dan
melampaui batas.
Hidayah
adalah nikmat Allah yang tertinggi yang akan menuntun dan menyelamatkan manusia
menempuh jalan hidup yang benar, tidak tertipu oleh keindahan atau kenyamanan
sesaat, tidak silau pandang oleh ambisi dan keinginan; ia dapat memilih jalan
dengan arif dan bijak melalui akal, ilmu dan petunjuk Allah, ia yakin bahwa
petunjukNya harus lebih diutamakan dari pada yang lain (QS. 33:36).
Sosok
hamba Allah yang mendapat kenimatan hidayah banyak disebutkan Al Qur’an
diantaranya
- Yang mesra
berhubungan dengan seksama mukmin tetapi tegas dalam mensikapi segala bentuk
kekukuran.
- Yang dalam
mengabdi dan mencari karunia Allah terbingkai dalam nuansa sujud dan ruku
kepadaNya.
- Yang perilakunya
menggambarkan ketaatan penuh kepada Allah Tuhannya. (QS. 48:29)
- Yang sikapnya
Tidak sombong dan angkuh.
- Yang terhadap
menyimpang dari yang haq mereka condong bersikap terhormat.
- Dimalam hari
tenggelam dalam tawajjuh kepada Allah agar terhindar dari perbuatan dosa.
- Yang bila membelanjakan
hartanya tidak kikir dan tidak pula boros.
- Yang
tidakmembelokkan penyembahan kepada selain Allah.
- Yang tidak
membunuh tanpa alasan dan tidak pula berbuatzina yang besar dosanya.
- Yang tidak
menjadi saksi palsu dan tidak melibatkan diri pada perbuatan tercela.
- Yang bila
ayat-ayat Allah dibaca hati mereka tergerak bersujud dan tidak berlagak tuli.
- Do’a yang dipanjatakan
agar “Allah menuntun diri dan keluarganya menjadi yang bias menumbuhkan rasa
hormat, serta menuntun orang berlaku taqwa”. (QS.:25/63-76)
Rasul
Muhammad saw banyak memberi gambaran tentang mereka yang berbahagia karena
mendapat nikmat hidayah: “ada dua kelempok yang pantas disaingi: satu, yang
dikaruniai ilmu dan kearifan lalu di infaqkan pada jalan Allah, kedua, yang
diberi kekayaan kemudian di infaqkan untuk menegakkan agama Allah” (Al Hadits).
Nikmat
yang dicapai atas petunjuk Allah membuat penerimanya bersyukur dengan benar
yang akan membukak kenikmatan yang lebih besar, sedang kenikmatan atas pilihan
nafsu dan ambisi akan membius penerimanya mereguk dengan kelahapan yang semakin
tinggi untuk memuaskan dahaga nafsu. Nikmat yang didapat atas hidayah Allah
tidak selalu banyak dan mewah, nikmat yang demikian memberi ketenangan dan
ketentraman batin, mendorong bersyukur menggunakan dengan benar dan optimal.
Nikmat pilihan nafsu memacu orang memburunya, dengan segala yang terselubung
atau terbuka yang membantu adalah kawan yang menghadang harus dilawan. Sikap
demikian dengan sosok mukmin yang mendapat hidayah Allah “keuntungan orang yang
mensyukuri nikmat Allah untuk dirinya, yang mengingkari kenikmatan tidak
mengikis sedikitpun keagunganNya”. (QS. 31:12)
“Bukan jalan yang ditempuh orang
yang terkutuk, dan bukan jalan hidup orang yang sesat”.
Berkali-kali
Allah menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa kesengsaran yang menimpa seorang bukan
kehendakNya, Di Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah telah memberikan sarana
hidup serba cukup, juga peringatan agar manusia tidak salah memilih apalagi
lanjutan dalam kesalahannya, maka ketika ia mendapat kesulitan atau
kesengsaraan pada hakekatnya disebabkan oleh pilihannyayang salah (QS. 3:117)
demikian juga kutukan yang diderita bukan Allah yang menghendaki tetapi
pilihannya yang mengundang dan merintis kehadirannya. Kutukan timbul
pembangkangan dan pelanggaran tatanan Allah, kebalikannya ridho Allah. Yang
pertama menjauhkan dari Allah yang kedua mendekatkannya, posisi kedua sangat
jauh berbeda. (QS. 31 : 1-6)
Dekat
atau jauhnya jarak seorang hamba dengan Allah, mendapat ridho atau terkena
kutukan tidak diukut dengan kekayaan, ilmu atau tinggi rendahnya pangkat tetapi
sejauh manaketergantungan serta takwanya kepadaNya. Yang perlu diwaspadai bahwa
nikmat Allah yang diharapkan semua orang sangat mudah berubah menjadi bencana
bila salah mengurus dan menata terutama bila tidak disyukuri dengan benar.
Terkutuk
dan sesat adalah nasib yang sangat menyengsarakan yang tidak hanya melanda
orang yang bodoh atau terbelakang tetapi dapat menimpa mereka yang terdidik dan
berkedudukan tinggi, maka do’a yang terdapat di akhir surat sangat penting
untuk dikhayati ketika dibaca dalam sholat agar dapat menuntun diri
menghindarinya.
Ayat
terakhir juga mengisyaratkan bahwa banyak hamba Allah yang karena tindakannya
menjadi yang terkutuk dan sesat jalan hidupnya.
Seorang
dapat menjadi hamba Allah yang terkutuk karena :
- Menentang
perintah Allah dan Rasul (QS. 8:16)
- Sengaja membunuh
seorang mukmin (QA. 4:93)
- Karena kafir,
musyrik atau munafik yang su’udzan terhadap Allah (QS. 48:6)
- Melanggar batas
dalam menggunakan nikmat Allah. (QS. 20:81)
- Kegemaran
membuang waktu untuk hal yang menyesatkan.
- Imannya yang
tidak dapat mengendalikan nafsu (QS.28:50)
Adapun
yang menyebabkan orang sesat diantaranya:
- Mengangkat
tandingan Allah untuk disembah (QS. 22:12)
- Sengaja berbuat
dosa dan berlanjut dalam dosa (QS. 54:47)
- Sombong dan
angkuh (QS. 40:76)
- Melanggar batas
dan menentang ayat-ayat Allah (QS. 40:34-35)
- Melibatkan diri
dalam hal yang rawan dosa dan sesat. (QS. 31:6)
- Akal dan imannya
telah dikuasai setan/nafsu. (QS. 28:50)
Sosok
yang telah dikuasai nafsu:
- Mata, telinga,
dan hatinya tidak dapat menerima kebenaran.
- Menganggap hidup
hanya didunia dan akherat hanya dongeng. (QS. 45:23)
- Menganggap harta
adalah saran bahagia yang abadi. (QS. 104:1-9)
Kita
simak perngatan surat Al Jatsiyah: “Tahukah kamu orang yang mempertuhan
nafsunya. Allah membiarkan ia sesat dalam kesadaran penuh, ditutup pendengaran
dan hatinya sedang penglihatannya tersumbat rapat, siapa lagi yang bias memberi
petunjuk setelah petunjuk Allah tidal diterima, apakah mereka tidak berpikir?”.
(QS. 45:23)
Kalimat
pada ayat terakhir sebagai penguat bagi kalimat sebelumnya bahwa jalan yang
diminta bukan yang ditempuh orang yang terkutuk dan yang sesat. Penguat kata
ini ditunjukkan kepada kaum beriman agar ayat ini dapat menyadarkan untuk
selalu waspada terhadap kesalahan langkah hidupnya, karena walaupun manusia
dicipta serba unggul dan pengetahuannya makin luas namun ia sangat rawan
membuat kesalahan tanpa disadari. Kalimat ini sangat pantas untuk ditekankan
sewaktu membaca dalam sholat sebagai permohonan yang sangat dibutuhkan.
Kemudian
dari itu hidup manusia adalah kumpulan pilihan dan setiap orang punya kebebasan
memilih, yang pandai memilih akan berhasil menemukan yang dikehendaki sedang
yang tidak pandai atau seenaknya memilih akan bertemu dengan banyak kesulitan.
Ilmu, pengalaman dan wawasan seseorang sangat membantu kecermatan memilih dan
lebih dekat kepada pilihan yang tepat, tetapi pengaruh nafsu, keinginan dan
lingkungan tidak dapat diabaikan bahkan sering yang menentukan, maka seorang
mukmin ketika menghadap kepada Tuhannya akan memohon perlindunganNya agar tidak
sesat dalam memilih karena pengaruh nafsu dan kecintaan dunia. “Bukan jalan
mereka yang terkutuk dan bukan jalan mereka yang sesat”.
Kemudian
pada hari itu, karena surat Al Fatihah adalah do’a yang lengkap dan Allah
berjanji akan mengabulkan maka sangat dianjurkan untuk diutup dengan kata
“amin” yang diucapkan khusyu’ dan penuh harapan.
Sumber : Dahlan Zaini. 2008. Tafsir Al Fatihah & Juz 30. Yogyakarta: UII Press
h
0 Response to "TAFSIR AL FATIHAH"
Post a Comment